Rabu, 24 Februari 2016

[Review] Kisah Salman Al Farisi Sang Pencari Kebenaran


Kisah Salman Al Farisi Sang Pencari Kebenaran

Judul                : Salman Al Farisi – Pencari Kebenaran
Penulis             : S. Hidayat
Penerbit           : CV. Jaya Abadi
Desain Cover   : Iwan D
Ilustrasi Oleh    : Iwan D
Cetakan           : 2009
ISBN               : 978 – 979 – 15319 – 1 – 7


Di sebuah perkampungan Isfahan yang berada di Negeri Persi, hiduplah sebuah keluarga yang dihuni oleh kepala suku yang cukup disegani bersama istri dan putra semata wayang mereka yang bernama Salman. Mereka menganut agama Majusi, yakni dengan menyembah / memuja dewa api.

Salman adalah seorang anak yang patuh terhadap orangtua, ketika dia beranjak dewasa, ayahnya – kepala suku – memberikan wewenang untuk menjadi penjaga pemujaan api, dan ia berniat akan mengangkat Salman menjadi penggantinya kelak.

Salman pun menuruti dan melaksanakan keinginan orangtuannya tersebut. Namun, ketika Salman telah mendengarkan khutbah di sebuah gereja tempat ia singgah sewaktu akan pergi ke desa Ji, ia menolak untuk melanjutkan tugasnya menjadi penjaga pemujaan api. Dia bersikukuh dengan keyakinannya untuk mengikuti agama yang diajarkan oleh seorang pendeta di gereja tersebut (hal. 29).

“Saya telah bertanya kepada mereka semua tentang agama yang mereka anut. Setelah saya mendapatkan keterangan dari mereka, saya menjadi lebih yakin bahwa agama mereka itu lebih baik daripada agama kita. Api itu bukan Tuhan yang pantas kita sembah, Pak,” Kata Salman – Halaman 29

Oleh karena itulah, Salman dihukum oleh ayahnya dengan cara dirantai dan disekap di kamarnya. Tapi, demi mencari kebenaran yang sesungguhnya akhirnya Salman dapat lolos dari hukuman ayahnya dengan bantuan Pak Labuda – tangan kanan ayahnya – dengan berkirim surat kepada pendeta yang tinggal di gereja.

Sekembalinya ke gereja, Salman bergabung dengan para rombongan yang akan melanjutkan perjalanan ke Syiria sesuai dengan anjuran pendeta. Di sana, ia belajar banyak dari seorang uskup satu ke yang lainnya demi memperoleh tentang sebuah kebenaran. Mulai dari kota Mosul, Nasibin, hingga Amuria.

Ketika Salman diangkat menjadi pelayan dari seorang pendeta yang berada di Amuria, ia diberitahu, jika aka nada sosok pembawa kebenaran yang memiliki ciri-ciri; tidak mau makan sedekah, tetapi ia bersedia menerima hadiah, dan di pundaknya ada tanda kenabian. – Halaman 45.

Dari situlah, Salman mulai mengembara untuk mencari kebenaran dari sosok yang disebutkan pendeta itu. Bahkan selama proses pencarian tersebut, ia sampai harus menjadi budak terlebih dahulu, hingga akhirnya Salman bertemu dengan Rasullah, dan membuktikan ciri-ciri dari pembawa kebenaran itu.

***

Buku Salman Al Farisi – Pencari Kebenaran ini adalah buku hasil pinjaman saya kepada keponakan saya. Buku yang berisi kisah sahabat nabi bernama Salman Al Farisi ini dikemas secara apik dengan bahasa ringan untuk dibaca, khususnya bagi anak-anak. Banyak nasehat yang terkandung di dalamnya. Dalam buku ini, terdiri dari 9 bab, yang kesemuanya akan saya rangkum di bawah ini :

Pada bab pertama, penulis mengkisahkan pemuda penjaga api yang taat dan patuh akan perintah orangtuanya, dialah Salman Al Farisi

Lalu, pada bab kedua, menceritakan tentang konsekuensi yang diterima oleh Salman setelah memperjuangkan keyakinannya meski akhirnya ia harus mengalami hukuman.

Pada bab ketiga, merupakan bagian paling terpanjang tersendiri dari buku ini. Karena menceritakan tentang perjalanan Salman belajar dari satu uskup satu hingga pendeta di beberapa kota.

Pada bab ke-empat, menceritakan tentang Salman Al Farisi bertemu dengan rasulullah yang saat ia masih dalam keadaan menjadi budak dan membuktikan ciri-ciri sosok pembawa kebenaran itu.

“Semua tanda yang diceritakan oleh pak pendeta benar-benar saya temukan pada laki-laki ini. Kalau begitu, dia benar-benar Rasulullah pembawa kebenaran” – Halaman 59

Selanjutnya, pada bab kelima, menceritakan tentang ide brilian dari Salman Al Farisi dalam perang khandaq yang diketuai  oleh Abu Sufyan, untuk membuat parit di sekitar lapangan dekat kota tempat Rasulullah berada. Dan akhirnya perang tersebut tidak terjadi karena lubang paritnya menghentikan penyerangan yang akan dilakukan Abu Sufyan bersama pasukannya beserta kiriman angina dari Allah SWT .

Pada bab keenam, menceritakan tentang kisah Salman Al Farisi yang diangkat menjadi gubernur. Awalnya ia mengelak, karena takut tak sanggup jika berbuat salah dalam memegang jabatan itu. Tapi akhirnya ia pun menerimanya.

“Mereka tidak pantas untuk diberi tugas semacam itu. Bukankah Rasulullah pernah menyatakan, apabila suatu urusan diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya,”  - Halaman 79

Sedangkan dipenghujung bab kedelapan menceritakan tentang kesederhanaan Salman Al Farisi ketika ia menjabat sebagai gubernur. Bahkan ia tetap tinggal di sebuah rumah yang langit-langitnya dapat menyentuh kepala, dan lantainya beralaskan pasir. Pada bab ini, saya sangat tertegun ketika Salman Al Farisi membantu salah satu warga, di mana orang tersebut tidak menyadari jika yang menolongnya adalah seorang gubernur, dikarenakan pakaian Salman Al Farisi yang celananya sobek. Ya Allah…

Sedangkan pada akhir bab, menceritakan tentang kematian sang pencari kebenaran, yakni Salman Al Farisi.

Pada bab bagian terakhir, saya sangat suka dengan tema dan cerita dari Salman Al Farisi yang seperti masa saat ini berkaitan dengan pemerintahan di Indonesia. Overall, saya suka dengan buku ini, karena  sudut pandangnya memakai kata ganti orang pertama. Meski ada banyak kesalahan kata atau penulisan tanda baca, tidak mengurangi isi yang disampaikan penulis di dalamnya.  Terlebih ada banyak quotes menarik dan juga beberapa sindiran halus yang menohok. Hehehe.

1.    Mungkinkah aku dapat bebas dari perbudakan ? kalau terus meneru begini, tidak ada artinya hidupku bagi agama. - Hal 61
2.    Lalu, apa yang kita tunggu ? apakah kita menunggu hingga parit itu menjadi rata ?” – Hal. 76
3.    Seharusnya kita berbuat sesuatu. Kita datang kesini adalah untuk berperang, bukan untuk tidur, dan menghabiskan bekal. – Hal 76
4.    Kita di sini harus bersatu, jangan bertikai seperti ini. – Hal 76
5.    Salman, saat ini taka da lagi orang yang pantas memikul tanggung jawab sebagai gubernur. – Hal 79
6.    Memang jabatan itu jangan dicari-cari, tetapi apabila ia dating, maka kita tidak boleh menghindari. – Hal 79
7.    Saya tidak dapat membayangkan bagaimana beratnya siksaan Allah jika saya berbuat salah dalam memegang jabatan itu. – Hal 79
8.    Maaf, saya mau menerima jabatan ini bukan karena tunjangan, tetapi karena terpaksa tidak ada orang lain yang pantas. – Hal 79
9.    Tunjangannya amat besar, tetapi setiap ia menerimanya akan ia sedekahkan kepada fakir miskin hingga habis.
10.    Biarlah bagaimanapun jauhnya di dunia ini, ada batasnya. Sedangkan di akhirat tidak ada batasnya.
11.    Engkau tahu, terlalu banyak kekayaan itu akan merepotkan kita di akhirat nanti.
12.    Semua kekayaan milik kita, satu persatu akan dipertanyakan nantidi hadapan Allah pada hari hisab. Terlalu banyak kita memiliki kekayaan, terlalu lama kita akan dihisab. – Hal 90
13.    Kesederhanaan merupakan sumber kebahagiaan. Nanti di akhirat kita hanya sebentar menjalani hisab-Nya.
14.    Jabatan itu manis waktu memegangnya, tetapi pahit waktu melepaskannya.
15.    Ya, mungkin orang lain melihat kita sengsata dan tidak bahagia karena kita miskin, tetapi kita sendiri merasakan kebahagiaan dalam hidup seperti ini. – Hal 97.
16.    Banyaknya kekayaan tidak selamanya melahirkan kebahagiaan. Tidak sedikit orang kaya yang merasa tersiksa karena kekayaannya. – Hal 97
17.    Tidak ada yang pantas anda banggakan dari diri saya jika Allah tidak menolobg saya. Apalah artinya seorang Saad?

Wah, terlalu panjang ya, teman. Tapi, sebenarnya saya masih ingin membagi beberapa lagi, eh tapi sepertinya sudah mengular ya tulisannya, hehehe. Tak apalah, terpenting semoga apa yang saya sampaikan di atas dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk saya khususnya.

Jangan lupa komentarnya ya, temans… ^_^

***
- Owari -






5 komentar:

  1. Suka haru kalau baca risalah perjuangan dakwah jaman dulu ya... btw, anakku juga terinspirasi dari Salman Al Farisi dan Muhammad Al Fatih jadilah Fathan Al Farisi :D *gananya

    BalasHapus
    Balasan
    1. he.eh mbak Shine...
      Wah, namanya bagus lho mbak benern
      makasih udah berkunjung ya mbak, hhheee ^^

      Hapus
  2. Kisah yang menarik, bisa dirangkum dan diceritakan utk anakku ntar trims :)

    keluargahamsa(dot)com

    BalasHapus
  3. Mas punya buku ini... dapet nemu dulu :D Ternyata adek juga punya

    BalasHapus
  4. Saya juga pernah membacanya dulu waktu masih kelas 4 SD.. saya masih ingat ceritanya.. tp sekarang entah dimana bukunya saya lupa menaruhnya.. hehehe

    BalasHapus

Jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya...
^_^

[Resensi] Petualangan Yang Penuh Pembelajaran

 ‎ Judul ‎ ‎: Petualangan Tiga Hari‎ Penulis ‎: Dian Dahlia‎ Penerbit ‎: Penerbit Indiva Media Kreasi‎ Cetakan ‎: Pe...