Kisah Salman Al Farisi Sang Pencari Kebenaran
Judul : Salman Al Farisi – Pencari
Kebenaran
Penulis : S. Hidayat
Penerbit : CV. Jaya Abadi
Desain Cover : Iwan D
Ilustrasi Oleh : Iwan D
Cetakan : 2009
ISBN : 978 – 979 – 15319 – 1 – 7
Di sebuah perkampungan Isfahan yang berada di Negeri
Persi, hiduplah sebuah keluarga yang dihuni oleh kepala suku yang cukup
disegani bersama istri dan putra semata wayang mereka yang bernama Salman.
Mereka menganut agama Majusi, yakni dengan menyembah / memuja dewa api.
Salman adalah seorang anak yang patuh terhadap
orangtua, ketika dia beranjak dewasa, ayahnya – kepala suku – memberikan
wewenang untuk menjadi penjaga pemujaan api, dan ia berniat akan mengangkat
Salman menjadi penggantinya kelak.
Salman pun menuruti dan melaksanakan keinginan orangtuannya
tersebut. Namun, ketika Salman telah mendengarkan khutbah di sebuah gereja
tempat ia singgah sewaktu akan pergi ke desa Ji, ia menolak untuk melanjutkan
tugasnya menjadi penjaga pemujaan api. Dia bersikukuh dengan keyakinannya untuk
mengikuti agama yang diajarkan oleh seorang pendeta di gereja tersebut (hal.
29).
“Saya telah bertanya kepada mereka semua tentang agama yang mereka anut. Setelah saya mendapatkan keterangan dari mereka, saya menjadi lebih yakin bahwa agama mereka itu lebih baik daripada agama kita. Api itu bukan Tuhan yang pantas kita sembah, Pak,” Kata Salman – Halaman 29
Oleh karena itulah, Salman dihukum oleh ayahnya dengan
cara dirantai dan disekap di kamarnya. Tapi, demi mencari kebenaran yang sesungguhnya
akhirnya Salman dapat lolos dari hukuman ayahnya dengan bantuan Pak Labuda –
tangan kanan ayahnya – dengan berkirim surat kepada pendeta yang tinggal di
gereja.
Sekembalinya ke gereja, Salman bergabung dengan para
rombongan yang akan melanjutkan perjalanan ke Syiria sesuai dengan anjuran
pendeta. Di sana, ia belajar banyak dari seorang uskup satu ke yang lainnya
demi memperoleh tentang sebuah kebenaran. Mulai dari kota Mosul, Nasibin,
hingga Amuria.
Ketika Salman diangkat menjadi pelayan dari seorang
pendeta yang berada di Amuria, ia diberitahu, jika aka nada sosok pembawa
kebenaran yang memiliki ciri-ciri; tidak mau makan sedekah, tetapi ia bersedia
menerima hadiah, dan di pundaknya ada tanda kenabian. – Halaman 45.
Dari situlah, Salman mulai mengembara untuk mencari
kebenaran dari sosok yang disebutkan pendeta itu. Bahkan selama proses
pencarian tersebut, ia sampai harus menjadi budak terlebih dahulu, hingga
akhirnya Salman bertemu dengan Rasullah, dan membuktikan ciri-ciri dari pembawa
kebenaran itu.
***
Buku Salman Al Farisi – Pencari Kebenaran ini adalah
buku hasil pinjaman saya kepada keponakan saya. Buku yang berisi kisah sahabat
nabi bernama Salman Al Farisi ini dikemas secara apik dengan bahasa ringan
untuk dibaca, khususnya bagi anak-anak. Banyak nasehat yang terkandung di
dalamnya. Dalam buku ini, terdiri dari 9 bab, yang kesemuanya akan saya rangkum
di bawah ini :
Pada bab pertama, penulis mengkisahkan pemuda penjaga
api yang taat dan patuh akan perintah orangtuanya, dialah Salman Al Farisi
Lalu, pada bab kedua, menceritakan tentang konsekuensi
yang diterima oleh Salman setelah memperjuangkan keyakinannya meski akhirnya ia
harus mengalami hukuman.
Pada bab ketiga, merupakan bagian paling terpanjang
tersendiri dari buku ini. Karena menceritakan tentang perjalanan Salman belajar
dari satu uskup satu hingga pendeta di beberapa kota.
Pada bab ke-empat, menceritakan tentang Salman Al
Farisi bertemu dengan rasulullah yang saat ia masih dalam keadaan menjadi budak
dan membuktikan ciri-ciri sosok pembawa kebenaran itu.
“Semua tanda yang diceritakan oleh pak pendeta benar-benar saya temukan pada laki-laki ini. Kalau begitu, dia benar-benar Rasulullah pembawa kebenaran” – Halaman 59
Selanjutnya, pada bab kelima, menceritakan tentang ide
brilian dari Salman Al Farisi dalam perang khandaq yang diketuai oleh Abu Sufyan, untuk membuat parit di sekitar
lapangan dekat kota tempat Rasulullah berada. Dan akhirnya perang tersebut
tidak terjadi karena lubang paritnya menghentikan penyerangan yang akan dilakukan
Abu Sufyan bersama pasukannya beserta kiriman angina dari Allah SWT .
Pada bab keenam, menceritakan tentang kisah Salman Al
Farisi yang diangkat menjadi gubernur. Awalnya ia mengelak, karena takut tak
sanggup jika berbuat salah dalam memegang jabatan itu. Tapi akhirnya ia pun
menerimanya.
“Mereka tidak pantas untuk diberi tugas semacam itu. Bukankah Rasulullah pernah menyatakan, apabila suatu urusan diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya,” - Halaman 79
Sedangkan dipenghujung bab kedelapan menceritakan
tentang kesederhanaan Salman Al Farisi ketika ia menjabat sebagai gubernur. Bahkan
ia tetap tinggal di sebuah rumah yang langit-langitnya dapat menyentuh kepala,
dan lantainya beralaskan pasir. Pada bab ini, saya sangat tertegun ketika
Salman Al Farisi membantu salah satu warga, di mana orang tersebut tidak menyadari
jika yang menolongnya adalah seorang gubernur, dikarenakan pakaian Salman Al
Farisi yang celananya sobek. Ya Allah…
Sedangkan pada akhir bab, menceritakan tentang
kematian sang pencari kebenaran, yakni Salman Al Farisi.
Pada bab bagian terakhir, saya sangat suka dengan tema dan cerita dari Salman Al Farisi yang seperti masa saat ini berkaitan dengan pemerintahan di Indonesia. Overall, saya suka dengan buku ini, karena sudut pandangnya memakai kata ganti orang pertama. Meski ada banyak kesalahan kata atau penulisan tanda baca, tidak mengurangi isi yang disampaikan penulis di dalamnya. Terlebih ada banyak quotes menarik dan juga beberapa sindiran halus yang menohok. Hehehe.
1.
Mungkinkah aku dapat bebas dari perbudakan ? kalau
terus meneru begini, tidak ada artinya hidupku bagi agama. - Hal 61
2.
Lalu, apa yang kita tunggu ? apakah kita menunggu
hingga parit itu menjadi rata ?” – Hal. 76
3.
Seharusnya kita berbuat sesuatu. Kita datang kesini
adalah untuk berperang, bukan untuk tidur, dan menghabiskan bekal. – Hal 76
4.
Kita di sini harus bersatu, jangan bertikai seperti
ini. – Hal 76
5.
Salman, saat ini taka da lagi orang yang pantas
memikul tanggung jawab sebagai gubernur. – Hal 79
6.
Memang jabatan itu jangan dicari-cari, tetapi apabila
ia dating, maka kita tidak boleh menghindari. – Hal 79
7.
Saya tidak dapat membayangkan bagaimana beratnya
siksaan Allah jika saya berbuat salah dalam memegang jabatan itu. – Hal 79
8.
Maaf, saya mau menerima jabatan ini bukan karena tunjangan,
tetapi karena terpaksa tidak ada orang lain yang pantas. – Hal 79
9.
Tunjangannya amat besar, tetapi setiap ia menerimanya
akan ia sedekahkan kepada fakir miskin hingga habis.
10.
Biarlah bagaimanapun jauhnya di dunia ini, ada
batasnya. Sedangkan di akhirat tidak ada batasnya.
11.
Engkau tahu, terlalu banyak kekayaan itu akan
merepotkan kita di akhirat nanti.
12.
Semua kekayaan milik kita, satu persatu akan
dipertanyakan nantidi hadapan Allah pada hari hisab. Terlalu banyak kita
memiliki kekayaan, terlalu lama kita akan dihisab. – Hal 90
13.
Kesederhanaan merupakan sumber kebahagiaan. Nanti di
akhirat kita hanya sebentar menjalani hisab-Nya.
14.
Jabatan itu manis waktu memegangnya, tetapi pahit
waktu melepaskannya.
15.
Ya, mungkin orang lain melihat kita sengsata dan tidak
bahagia karena kita miskin, tetapi kita sendiri merasakan kebahagiaan dalam
hidup seperti ini. – Hal 97.
16.
Banyaknya kekayaan tidak selamanya melahirkan
kebahagiaan. Tidak sedikit orang kaya yang merasa tersiksa karena kekayaannya. –
Hal 97
17.
Tidak ada yang pantas anda banggakan dari diri saya
jika Allah tidak menolobg saya. Apalah artinya seorang Saad?
Wah, terlalu panjang ya, teman. Tapi, sebenarnya saya
masih ingin membagi beberapa lagi, eh tapi sepertinya sudah mengular ya
tulisannya, hehehe. Tak apalah, terpenting semoga apa yang saya sampaikan di
atas dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk saya khususnya.
Jangan lupa komentarnya ya, temans… ^_^
***
- Owari -
Suka haru kalau baca risalah perjuangan dakwah jaman dulu ya... btw, anakku juga terinspirasi dari Salman Al Farisi dan Muhammad Al Fatih jadilah Fathan Al Farisi :D *gananya
BalasHapushe.eh mbak Shine...
HapusWah, namanya bagus lho mbak benern
makasih udah berkunjung ya mbak, hhheee ^^
Kisah yang menarik, bisa dirangkum dan diceritakan utk anakku ntar trims :)
BalasHapuskeluargahamsa(dot)com
Mas punya buku ini... dapet nemu dulu :D Ternyata adek juga punya
BalasHapusSaya juga pernah membacanya dulu waktu masih kelas 4 SD.. saya masih ingat ceritanya.. tp sekarang entah dimana bukunya saya lupa menaruhnya.. hehehe
BalasHapus