Senin, 14 Maret 2016

[Review] Apa Jadinya Jika Di Dunia Penuh Dengan Orang Buta ?

Judul                         : BLINDNESS
Pengarang                 : Jose Saramago
Diterjemahkan dari    : ENSAIO SOBRE A CEGUIERA
Desain Sampul           : Apung Donggala
Layouter                    : Husni Kamal
Penerjemah                : Tim Matahari
Editor                         : Khabibah Ali
Proofreader                : Ahwa N.
Cetakan                      : I, November 2015
Halaman                      : 488
ISBN                          : 978-602-372-045-3
Penerbit                      : Matahari
Harga                          : Rp. 85.000
Rate                            : 3 Dari 5


Cover Novel Blindness - Penerbit Matahari


-Blurb-
Seorang pengemudi medadak buta di tengah lalu lintas kota yang ramai. Seorang bocah, pelacur, pencuri mobil, polisi, juga mendadak buta. Bahkan seorang dokter mata yang sedang mendiagnosa penyakit ini pun tidak bisa terhindar dari penyakit aneh yang sama.  Buta putih. Dunia tak menjadi gelap, tapi justru memutih, seperti susu. Ini adalah penyakit menular, menyebar ke seluruh kota. Pemerintah tak bernama, pejabat tak bernama, dan tentara-tentara yang juga tak bernama mencoba mengkarantina mereka. Pemberontakan pun pecah, dan neraka segera menghadang.

Lihatlah ke masa depan selagi anda masih bisa.
***
“Ironis dan penuh emosional  dari seorang master sastra,”
- Boston Globe
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Blindness - karya dari Jose Saramago ini pernah meraih juara sebagai pemenang Novel Sastra di Tahun 1998. Novel ini kental akan sastra di dalamnya. Meski sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maksud dari karya besar ini masih terasa. Bahwasanya kita sebagai manusia patutlah bersyukur dan perlu merencanakan apa yang kita harapkan untuk masa depan kita yang lebih baik,

Novel ini diawali dengan kisah adanya seorang lelaki yang mengemudikan mobilnya di tengah-tengah lalu lintas kota, namun tiba-tiba buta. Dan akhirnya, lelaki buta pertama tadi diantarkan pulang seorang lelaki juga yang ternyata memanfaatkannya dengan mencuri mobilnya.

Khawatir dengan yang dialami suaminya, istri lelaki buta pertama membawanya ke sebuah tempat praktik dokter di sekitar rumahnya. Di sana, ada banyak pasien yang hampir memiliki penyakit yang sama dengan lelaki buta pertama tersebut. Ada bocah bermata juling bersama ibunya, gadis berkacamata hitam, dan lelaki bertampal mata hitam.

Mengetahui gejala yang menimbulkan kebutaan pada lelaki buta pertama itu tidaklah sesuai dengan prakiranya. Dokter tidak dapat menafsirkan jenis penyakit apakah yang dideritanya. Karena kasus itu memang belum pernah dikenal dalam sejarah ilmu kedokteran.


“Maksud saya adalah, kalau nyatanya anda buta, maka kebutaan anda saat ini tidak bisa dijelaskan, - Hal. 27


Begitu sampai di rumahnya, Dokter menceritakan perihal kasus yang dialami pasiennya kepada istrinya. Bahwasanya lelaki buta pertama itu mendadak kehilangan penglihatannya secara total. Dia hanya bisa melihat segalanya putih. Sejenis putih susu yang total menempel di matanya, - Hal. 33.

Penasaran dengan kondisi itu, Dokter pun membuka kembali bukunya dan mencari penyebab kebutaan itu. Hingga keesokan harinya, ia mendapati dirinya tak lagi dapat melihat atau buta. Begitu pula yang dialami oleh gadis berkamata hitam, pencuri mobil dari lelaki buta pertama, lelaki tua bertampal mata hitam, beserta orang-orang lainnya.

“Bukan, seorang lelaki dan perempuan, mereka menemukan lelaki itu berteriak  di jalan bahwa dia buta, dan perempuannya ada di hotel ketika menjadi buta, tampaknya dia sedang di ranjang dengan seseorang.” – Hal. 55


“Kalau ada orang yang diduga terinfeksi menjadi buta, cepat atau lambat dengan sendirinya memang akan terjadi. Anda boleh yakin Bapak Menteri, bahwa mereka yang masih bisa melihat akan langsung mengusirnya.” Hal. 61


Sampai akhirnya, pemerintah turun tangan dengan menyediakan tempat untuk isolasi para interniran buta beserta orang-orang yang diduga terinfeksi di sebuah rumah sakit jiwa yang tak lagi dipakai. Tempat itu terbagi menjadi dua bagian. Untuk sayap gedung sebelah kiri, dihuni oleh mereka yang diduga terinfeksi, dan sayap gedung sebelah kanan dihuni oleh mereka para interniran buta.  Di karantina itu, hanya istri dokter yang tidak mengalami kebutaan.

“Tidak sayangku, kau tak bisa memaksaku, aku tinggal di sini untuk membantumu dan orang lain yang mungkin datang kemari. Tetapi jangan bilang-bilang kalau aku bisa melihat.” Hal. 63

Ada banyak sekali cerita selama berada di karantina tersebut. Penuh perjuangan antara sesama interniran buta. Tragedi yang menyebabkan matinya seorang pencuri mobil, instruksi-instruksi dari tentara yang  ternyata tidak bisa dijalankan dengan baik, serta ulah para interniran buta yang tak dapat mengkoordinir diri mereka masing-masing pun menjadi bumbu dari cerita ini. Apalagi istri dokter hidup di antara mereka para interniran buta. Bisa dibayangkan, ia akan melihat apa yang dilakukan orang-orang di sekitarnya, sedang mereka tak mengetahui jika aktivitasnya diketahui oleh seseorang.

Bagaimana jadinya jika para interniran buta bercampur menjadi satu di sebuh tempat? Bagaimana mereka dapat makan, minum, mandi, buang kotoran, serta melampiaskan nafsu mereka? Apakah mereka bisa lolos dari karantina itu dan menyatu dengan para interniran buta yang tersebar di luar karantina? Bayangkanlah jika hal itu benar-benar terjadi. Dan selebihnya, temukan sendiri kisah lengkapnya di buku “Blindness” ini.

***
Dalam novel ini pembaca disuguhi banyak kosakata baru tentang dunia kedokteran. Pembaca juga akan larut dalam alur cerita yang ada. Karena Blindness ini syarat akan makna. Pembaca pasti dapat memetik sendiri buah pikiran dari Jose Saramago dalam novelnya ini.

Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan gambaran jika kita tak memiliki harapan untuk masa depan, kita bisa diperumpakan akan seperti orang buta. Maka dari itu, selagi bisa memandang, pandanglah. Dan selagi bisa melihat, amatilah. Begitulah seperti quote yang ada di halaman awal novel ini.

Jujur, saya sangat suka dengan novel ini. Karena penulis pintar dalam mengasah kalimat sastranya. Namun sayangnya, sudut pandang yang dipakai tidak bisa konsisten pada satu titik. POV yang pertama hingga pertengahan memakai orang ketiga, namun mendekati bab akhir, POV nya berubah menjadi orang pertama, namun masih dilanjutkan dengan sudut pandang orang ketiga lagi. Sehingga lumayan rumit proses mencernanya.

Selain itu, proses penerjemahannya juga tidak stabil. Karena ada beberapa kata yang berulang-ulang, sehingga tidak bisa sesuai dengan konteks kalimatnya. Tak hanya itu, ada juga kesalahan penulisan kata serta tanda baca yang kurang tepat sesuai kaidahnya.

Namun, dibalik semua itu, Novel ini recommended untuk dibaca. Karena kalian akan dapat menyelami tulisan Jose Saramago ini dan mendapatkan berbagai keterkejutan yang tak akan bisa kalian bayangkan sebelumnya dari Judul Blindness. 


Berikut saya cantumkan sebagian kata-kata yang ada di dalam Novel Blindness ini. Semoga bermanfaat ^_^

- “Mereka bilang buta itu hitam, nyatanya kulihat semua putih. Pertempuran itu mungkin benar, bisa saja masalahnya pada syaraf. Syaraf itu iblis,” – Hal. 8
- “Hei, jangan pikirkan itu, hari ini anda, besok giliran saya. Kita tak pernah tahu nasib apa yang menunggu di depan kita,’ – Hal. 9
- “Apa yang kulakukan di sini dengan bunga-bunga dipangkuanku, dan mata yang tertutup seakan-akan aku takut membukanya,” – Hal. 15
- Sekadar berjaga-jaga, saya tak ingin memberi harapan yang mungkin saja ternyata salah.
- “Harga seorang dokter setara dengan sejumlah orang,” – Hal. 45
- Malapetaka ini tak lebih dan tak kurang berupa sebentuk kebutaan yang hingga kini belum dikenal, dengan tampilan amat menular, dan tampaknya hadir tanpa didahului gejala patologis awal yang mencurigakan peradangan, infeksi, atau kemerosotan. – Hal 46
- Kebutaan bukanlah sesuatu yang dapat berjangkit hanya karena seorang buta memandang orang yang tidak buta. Kebutaan adalah persoalan pribadi antara seseorang dengan mata yang sudah bersamanya sejak lahir. – Hal. 48
- Inilah asal-usul kita, setengah ketidakpedulian dan setengah kebencian. – Hal. 51


 
Selamat membaca.
^_^

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya...
^_^

[Resensi] Petualangan Yang Penuh Pembelajaran

 ‎ Judul ‎ ‎: Petualangan Tiga Hari‎ Penulis ‎: Dian Dahlia‎ Penerbit ‎: Penerbit Indiva Media Kreasi‎ Cetakan ‎: Pe...